Monday, September 27, 2004

Kampanye Anti Rokok LM3 & Epistoholik Indonesia


Home : Epistoholik Indonesia

Wonogiri, 23 September 2004


Yth. Bapak dr. Didy Purwanto
(lembaga_m3@yahoo.com)
Sekretaris Umum LM3 di Jakarta


Salam sejahtera. Semoga kiprah LM3 senantiasa sukses. Apa agenda terbaru dari LM3 saat ini, sehubungan dengan terpilihnya presiden kita yang baru ? Semoga beliau mau segera menandatangai protokol FCTC.

Sekadar cerita, pada bulan Oktober 2003, saya telah membentuk komunitas penulis surat pembaca se-Indonesia, bernama Epistoholik Indonesia. Slogannya, niru kalimat saktinya Eyang Rene Descartes, Episto ergo sum : saya menulis surat pembaca karena saya ada. Kiprah ini telah diliput di Majalah Intisari, Juli 2004 dan tambahan di Intisari, September 2004. Situs blog EI di http://episto.blogspot.com.

Seperti saya ceritakan kepada Bapak di email saya setahun lalu (13/9), saya mencoba menghimpun penulis surat pembaca yang kebetulan se-ide dalam mengkampanyekan anti merokok. Baru ada dua orang, saya sendiri (http://beha.blogspot.com) dan Joko Suprayoga (http://jokos.blogspot.com).


Merujuk ide di atas, saya ingin terus merekrut para penulis surat pembaca yang seide, dengan mengundang mereka untuk menulis surat-surat pembaca anti rokok, dan kepada mereka akan diberi penghargaan berupa kaos. Untuk itu, saya berharap, LM3 bersedia menjadi sponsor yang menyediakan kaos hadiah tersebut dan sekaligus mengirimkannya kepada mereka yang karyanya terpilih.

Mekanismenya, saya dari Epistoholik Indonesia, akan menulis surat-surat pembaca, mengajak publik untuk menulis seputar bahaya merokok. Karya terpilih, saya katakan akan mendapat suvenir dari LM3 Jakarta. Fotokopi surat pembaca itu nantinya dikirimkan ke alamat saya. Kemudian akan saya pilih, misalnya dalam bulan Oktober 2004 dipilih dua pemenang. Nah, nama dan alamat pemenang itu akan saya kirim via e-mail ke LM3, dan dari LM3 dikirimkan hadiah kaos (plus brosur dan info lain) kepada mereka.

Saya usulkan, kaos itu dibuatkan desain/gambar yang funky dan slogan yang trendy. Misalnya, slogan : Cigarette : A pinch of tobacco rolled in paper with fire at one end and a fool on the other. Rokok adalah sejumput tembakau yang dilinting pada selembar kertas yang menyala pada satu ujungnya, dan ujung lainnya terdapat seseorang yang tolol. Lalu ada logo LM3 dan juga logo Epistoholik Indonesia.

Begitulah Bapak Didi, sekadar obrolan dan iuran gagasan dari kami. Semoga bermanfaat. Saya tunggu respons dan nasehat dari LM3. Terima kasih.

Hormat saya,

Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia
Situs EI : http://episto.blogspot.com
E-mail : epsia@plasa.com


P.S. Di bawah ini surat pembaca saya yang akan saya kirimkan ke Kompas Edisi Jawa Tengah, Semarang.

-------------------

Redaksi Yth – Harian Kompas Edisi Jawa Tengah

Perang Bom Teroris Nikotin

Wartawan William Ecenbarger dalam artikel berjudul America’s New Merchants of Death (Reader’s Digest, 4/1993 : 17-24 ) menyebutkan, raksasa industri rokok Amerika sebagai saudagar-saudagar kematian baru semakin agresif memindahkan pasarnya ke luar negeri. Sebabnya, karena sebagai negara maju dengan penduduknya rata-rata berpendidikan, memiliki kesadaran menjaga kesehatan yang tinggi, membuat konsumsi rokok di sana semakin menurun. Apalagi perangkat hukumnya ketat dan tegas. Sasaran perpindahannya adalah negara-negara miskin dan berkembang. Indonesia dengan penduduk ratusan juta, jelas merupakan pasar yang sangat menggiurkan. Sadisnya lagi, anak-anak dan kaum muda yang menjadi sasaran bidik utama mereka.

Mengapa anak-anak ? Ketika kaum perokok tua berhenti merokok atau meninggal, membuat masa depan industri rokok bergantung kepada keberhasilan perekrutan konsumen baru mereka, yaitu anak-anak dan kaum muda. Terlebih lagi dari hasil kajian didapat data bahwa seseorang mulai merokok rata-rata pada umur 12 – 16 tahun. Mereka yang tidak merokok ketika berumur 18 tahun akan tidak kecanduan merokok.

Ketika serbuan rokok Amerika mengganas di Indonesia, reaksi apa yang dilakukan industri rokok di Indonesia ? Melawan. Terjadilah perang sengit antar saudagar kematian. Anak-anak muda kita menjadi korban ledakan bom-bom nikotin yang dipoles citra gaya hidup muda, gaul, gaya, funky, masa kini. Sampai-sampai mahasiswa dan dosen dua perguruan tinggi negeri, UNS di Solo dan Undip di Semarang (Kompas, 17/9), termehek-mehek dan terbius sihir seputar kejuligan kreator iklan dalam memasarkan produk yang berbahaya itu untuk anak-anak muda kita.

Perang di atas mirip fenomena perang melawan teroris di negeri kita, pasca serangan teroris 11 September 2001. Saat itu Amerika Serikat bangkit, bergegas menata diri untuk memerangi terorisme. Peraturan imigrasi yang ketat sampai kewaspadaan tinggi, mampu mempersempit ancaman teroris. Akibatnya, kaum teroris memindahkan teater terornya melawan AS dan sekutunya di negara-negara luar AS. Termasuk ke Indonesia, di mana teror bom di Bali, Hotel Mariott Jakarta dan di depan Kedubes Australia adalah contoh aktualnya.

Sebagaimana terorisme, perang perebutan pasar rokok merembet ke negara kita. Indonesia dengan perangkat hukum relatif lemah dalam regulasi rokok, bahkan presiden perempuan kita enggan menandatangani FCTC, menjadikan negeri ini ideal menjadi arena perang antarpara teroris penjaja bom-bom nikotin itu.

Korbannya ? Menteri Kesehatan AS Richard Carmona mengutip isi Laporan Pemerintah AS No. 28 (Deutsche Presse-Agentur, 27/5/2004) menyatakan bahwa merokok mengakibatkan penyakit untuk semua organ tubuh, pada semua tingkatan usia, di seluruh dunia. Tercatat 440.000 warga AS meninggal tiap tahun akibat penyakit yang terkait dengan merokok dan menghamburkan biaya 157 milliar dollar per tahun, di mana 75 milliar untuk pengobatan dan 82 milliar dollar untuk produktivitas kerja yang hilang.

Itu di AS, sebuah negeri kaya yang penduduknya kebanyakan berpendidikan dan memiliki kesadaran kesehatan yang tinggi. Bagaimana jumlah korban bom-bom teroris nikotin di Indonesia ? Mari kita tanyakan kepada presiden kita yang baru.

BAMBANG HARYANTO
Warga Epistoholik Indonesia
Jl.Kajen Timur 72
Wonogiri 57612

---------------

Nalar Yang Masih Tidak Gathuk !


Home : Epistoholik Indonesia


Kolom Redaksi Yth – Harian Kompas Jawa Tengah, 18/9/2004


Sivitas akademika Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang pantas dipuji ketika menempuh kebijakan melarang segala bentuk iklan rokok di lingkungan kampusnya. Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Purwokerto berdemo menuntut dicabutnya sarana reklame rokok dalam suatu kegiatan di kampus. Lebih hebat lagi, Universitas Petra Surabaya menetapkan larangan merokok di lingkungan kampusnya sejak pertengahan Agustus 2004.

Berapa banyak institusi pendidikan kita dan warganya berlaku cerdas seperti ketiga kampus tadi ? Tidak banyak. Banyak kepala sekolah atau rektor yang tidak merasa bersalah bila ring basket, bangku taman di lingkungannya, terpampang merek rokok. Tidak sedikit mahasiswa yang mengadakan kegiatan di kampus, turnamen olahraga misalnya, dengan alasan lebih mudah mencari duit sponsor maka dikirimi proposal utama adalah pabrik-pabrik rokok.

Realitas yang menyedihkan. Insan-insan cendekia kita itu begitu tertabrak upaya memperoleh uang, maka mudah saja terjadi apa yang disebut sebagai cognitive dissonance (CD), kesadaran yang tak nyambung. Demi uang, mereka seolah melupakan dampak bahaya yang ditimbulkan oleh rokok dan kebiasaan merokok yang mereka kampanyekan itu. Nalar rancu, tidak gathuk (Jawa) ini, dikuatirkan akan mudah berlanjut bila mereka telah terjun di masyarakat. Dengan berpendapat demi uang maka apa pun suara hati, suara kesadaran, boleh dipinggirkan. Ini benih korupsi, bukan ?

Nalar rancu itu tak hanya diidap oleh insan-insan kampus kita. Pada tanggal 19/8/2004, Presiden kita mengunjungi pasukan TNI-Polri yang bertugas di Aceh, di lembah Aloe Gintong, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar. Kepada para prajurit, seperti dilaporkan Kompas (20/8/04 :1), Presiden berpesan : Jaga kesehatanmu dan berhati-hatilah dalam bertempur. Berita yang sama telah dimuat di Solopos (20/8/04 :2) bertajuk : Di Aceh, Presiden bagikan rokok kepada prajurit.

Bambang Haryanto
Warga Epistoholik Indonesia

--------------------------

Bonus Rokok di Tiket Olahraga


Home : Epistoholik Indonesia


Kolom Redaksi Yth – Kompas Jawa Tengah, 20/8/2004


Pengumuman aneh tertera di loket penjualan tiket kejuaraan bola voli yunior se-Jawa Tengah yang berlangsung di GOR Wonogiri, 7/8/2004 yang lalu. Tertulis harga tiket Rp. 3.000 dan pembeli dapat bonus sebungkus rokok. Saya batal nonton dan berpikir, bukankah pabrik rokok itu curang, melakukan dumping harga untuk mempromosikan produknya ?

Bukankah ini rekayasa bisnis tak etis, untuk produk yang berpotensi besar mengakibatkan kecanduan dan sekaligus membahayakan kesehatan ? Apalagi sasarannya anak-anak muda, di pentas yang tujuannya mempromosikan pentingnya kesehatan, yaitu ajang olahraga ?

Rokok, produk yang membahayakan kesehatan, tampil sebagai sponsor pertandingan olahraga sudah lumrah di tanah air kita. Modus serupa juga gencar dalam pertunjukan musik dan acara lain yang diperkirakan menyedot kehadiran anak-anak muda. Memang, anak-anak muda seumuran SMP-SMA kini jadi target utama produsen rokok. Sebab sekali mereka kecanduan rokok di usia rawan itu, kebiasaan buruk tersebut akan sulit hilang sampai dewasa atau meninggal di usia muda.

Peristiwa di GOR Wonogiri itu, dalam skala besar, mencerminkan pribadi bangsa kita yang terbelah. Kita adakan ajang untuk mempromosikan kesehatan, tapi sponsornya produk yang membahayakan kesehatan. Semakin banyak dibangun tempat-tempat ibadah, tetapi seperti kasus ramai di DPRD-DPRD, mereka pun tak malu berkorupsi secara berjamaah. Kita mengaku mendukung reformasi, tapi sosok-sosok Orde Baru tetap berjaya di panggung.

Gembar-gembor tak tergiur kembali terjun ke politik, tapi tetap glibat-glibet dan ngotot mengajukan RUU yang bertabiat sebaliknya. Mengaku harus netral dalam pemilu, tapi bukti VCD yang bocor ke masyarakat berkata sebaliknya pula. Itulah anomali kepribadian kita sebagai bangsa.


Bambang Haryanto
Warga Epistoholik Indonesia


------------------

Kampanye Anti Rokok Model Singapura


Home : Epistoholik Indonesia


Kolom Redaksi Yth - Kompas Jawa Tengah, 30 Juli 2004



Singapura, negeri mini yang mempunyai nilai indeks pengembangan manusia yang jauh di atas Indonesia, mempunyai kepedulian tinggi terhadap kesehatan warganya. Salah satu bukti dari komitmen yang ditunjukkan adalah lebih majunya kampanye anti merokok di sana. Tercatat mulai tanggal 16 Juli 2004, pemerintah Singapura mengharuskan produsen rokok memasang foto yang menggambarkan dampak buruk bagi kesehatan seseorang akibat kebiasaan merokok pada setiap bungkus rokok. Foto-foto itu bagi mereka yang peduli betapa bernilainya kesehatan, memang nampak mengerikan.

Misalnya pada slogan peringatan yang berbunyi, merokok dapat mengakibatkan serangan stroke (Warning : Smoking Causes Stroke) terdapat foto yang menggambarkan pecahnya pembuluh darah di otak. Slogan peringatan lainnya antara lain, merokok dapat mengakibatkan kanker paru-paru, merokok merusak kesehatan keluarga Anda, merokok mengakibatkan beragam penyakit mulut, merokok dapat membunuh bayi-bayi dan juga merokok mengakibatkan kematian yang menyakitkan.

Hal positif lainnya dari peringatan tersebut adalah dicantumkannya ajakan untuk berhenti merokok dengan dibukanya saluran telepon bebas pulsa bagi siapa saja yang ingin berkonsultasi untuk berhenti dari kebiasaan merokok yang terbukti merugikan kesehatan si pengisap dan insan-insan tak berdosa di sekitarnya. Kapan kampanye pencantuman gambar/foto-foto mengerikan itu segera diberlakukan di Indonesia ?

Dalam rangka ikut berperanserta mengkampanyekan isu di atas, kami dari Epistoholik Indonesia mengimbau kepada para penulis surat pembaca yang peduli atas bahaya merokok untuk sudi bergabung dalam jaringan EI. Dengan bersenjatakan pena dan niatan mulia, mari kita saling bersinergi untuk aktif mengkampanyekan isu kesehatan yang penting tetapi justru sering dipandang sebelah mata oleh pemerintah kita selama ini.


Bambang Haryanto
Warga Epistoholik Indonesia

-------------------

Mau Isap Knalpot ?


Home : Joko Suprayoga


Kolom Surat Pembaca Harian Suara Merdeka (Semarang), 18/7/2004



Asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya. Salah satunya karbon monoksida yaitu gas.seperti yang dikeluarkan knalpot mobil. Selain itu asap rokok juga mengandung zat seperti ammonia yang biasa digunakan sebagai pembersih lantai. naftalen bahan pembuat kapur barus.

Kemudian mitanol yang sering digunakan sebagai bahan bakar roket, arsenik atau racun semut putih, butan bahan bakar korek api, kadmium bahan aki mobil. Juga DDT alias.racun serangga. Demikian yang selalu dikatakan Krisma, teman kuliahku du!u tatkala menasihati kawan yang merokok.

Mungkin karena capai dinasihati, aku dan beberapa kawan berhenti merokok. Saat ini aku tidak ingin menasihati mereka yang masih merokok. Aku hanya mengingatkan, asap rokok membahayakan dia sendiri maupun perokok pasif.

Perokok pasif adalah mereka yang tidak sengaja mengisap asap rokok di sekitar perokok. Bahkan menurut penelitian, perokok pasif dua kali lebih mudah terserang kanker paru dibanding yang merokok langsung.

Kok bisa. Ketika seorang merokok, sebenarnya dia hanya mengisap sebagian kecil dari seluruh asapnya. Sisanya menjadi polusi dan terisap mercka yang ada di sekitar. Padahal, asap rokok yang dibiarkan terbakar tanpa diisap, berbahaya. Sebab racunnya sama sekali tidak tersaring. Sedang asap yang diembuskan si perokok, racunnya sudah "berkurang" karena sebagian menempel di paru﷓parunya.

Betul. Tidak ada orang yang suka mengisap knalpot Merokok atau tidak, pilihan individu, toh risiko ditanggung sendiri. Tapi alangkah barbar dan biadabnya, kalau orang lain yang tidak tahu apa﷓apa harus “menderita” gara-gara asap rokok kita.

Karenanya siapa saja harus berani berkata : "Tolong, jangan merokok di tempat umum, dong. "


Joko Suprayoga
Warga Epistoholik Indonesia
Kendal

-------------------

(07) MAU TERUS MISKIN ?


Home : Joko Suprayoga


Kolom Surat Pembaca Harian Suara Merdeka (Semarang), 1/7/2004


Setiap kali naik bus kota aku pasti menjumpai penumpang yang asyik mcrokok. Pernah aku iseng﷓iseng bertanya sudah berapa lama merokok ? Aduh, jawabnya sungguih luar biasa, sejak SD. Sekarang bahkan 2 bungkus rokok @ Rp 5.000 dihabiskan tiap harinya.

Penumpang itu bermodal ijazah SMA cukup beruntung diterima sebagai sopir tetap sebuah perusahaan otomotif walau dengan pendapatan tak tentu. Kadang Rp 400.000, kadang Rp 600.000/bulan untuk menghidupi kcluarga dengan scorang anak. Namun, anggaran rokok tak dapat ditinggalkan.

Aku jadi ingat, nasib banyak orang seperti dia di sekitar kita. Mungkin dengan ekonomi lebih buruk. Ada tukang becak, kuli bangunan, pekerja serabutan, petani gurem dan juga pengangguran. IniIah problem. Merokok di kalangan rakyat. kecil memicu lingkaran setan kemiskinan.

Biaya rokok menyedot lebih banyak anggaran rumah tangga dibanding untuk membeli susu, daging, telor, buah atau membiayai kesehatan dan pendidikan. Akibatnya kondisi kesehatan anak termasuk buruk. Mereka mengalami disefisiensi yodium, zat besi dan juga vitamin.

Padahal, semua ini terkait dengan pengembangan SDM yang pintar dan kompetitif di masa depan. Anak﷓anak bergizi kurang, akan terseok﷓seok menghadapi persaingan. Mercka juga tak mampu mengikuti pendidikan dengan baik.

Akibatnya, anak﷓anak ini ketika dewasa, dia tak mampu mengakses pekerjaan layak dan tak pernah bisa keluar dari jerat kemiskinan seperti orang tuannya. Piye jal ?


Joko Suprayoga
Warga Epistoholik Indonesia
Kendal 51363

-------------------


Iklan Rokok Terselubung Di Televisi


Home : Epistoholik Indonesia


Kolom Redaksi Yth – Harian Kompas Jateng/Jogja, 29/5/2004


Stasiun tv RCTI (7/5/2003 dan 28/4/2004) menayangkan film 3000 Miles to Graceland, berkisah tentang sekawanan perampok kasino berdandan a la penyanyi legendaris yang meninggal di WC karena overdosis obat bius, Elvis Presley.

Adegan mencoloknya adalah banyak tokohnya yang tak henti-hentinya merokok. Ada tokoh Murphy, sementara tokoh lainnya, Michael, juga merokok dan malah tampak permisif mengajari anak di bawah umur untuk merokok.

Belum lagi detektifnya juga tak kalah dalam hal seringnya merokok. Apakah tukang pilih film di RCTI tidak terusik oleh adegan-adegan merokok yang sangat mencolok itu ? Atau memang film ini sengaja dipilih (!) atas pesanan terselubung industriawan rokok yang kaya-kaya itu untuk mengiklankan kebiasaan merokok ? Sinetron Dara Manisku, juga di RCTI, mencolok adegannya yang mengumbar pelakunya seperti saling berlomba-lomba dalam merokok !

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam upaya kampanye global anti-rokok telah mengimbau kalangan produser film di Hollywood dan Bollywood dan kalangan industri mode untuk menghentikan tayangan yang mengglamorisasikan aksi merokok. Caranya dengan menghindari adegan film yang menayangkan aksi merokok yang nampak penuh gaya dan meminta industri fashion untuk tidak menggunakan rokok sebagai asesorinya.

Survei tentang Bollywood, ternyata 320 dari 400 film India menayangkan adegan merokok sebagai sesuatu hal yang cool untuk dilakukan. Rokok bisa mencitrakan kejantanan atau feminitas, canggih atau kasar, sexy atau sporty semuanya karena kecerdikan strategi pemasaran. Dua dari konteks yang mendukung citra tersebut adalah industri film dan mode. Disebutnya, kalangan film dan fashion memang tidak dapat dituding sebagai penyebab kanker, tetapi seharusnya mereka tidak mempromosikan produk-produk yang menyebabkan kanker.

“Merokok itu tidak cool, yang nampak cool adalah perokoknya”, simpul Gladwell (2002) yang mengkampanyekan strategi radikal dalam kampanye anti-merokok yang selaras dengan langkah WHO di atas.

Jadi selayaknyalah bila stasiun TV, terutama RCTI, berlaku bijak dengan tidak mempromosikan kebiasaan merokok secara penuh gaya dalam film-film tayangannya pada jam-jam iklan rokok tidak diijinkan untuk ditayangkan. Epistoholik Indonesia (EI) saat ini juga mengundang untuk bergabung para penulis surat pembaca yang sudi concern mengkritisi kampanye/promosi rokok yang tanpa etika itu.



Bambang Haryanto
Warga Epistoholik Indonesia



-----------------

Ide-ide Spektakuler Kampanye Anti Rokok !


Home : Epistoholik Indonesia



Wonogiri, 12 September 2003


Yth. Bapak dr. Didy Purwanto
Sekretaris Umum LM3 di Jakarta


Salam sejahtera,
Terima kasih Pak Didy untuk balasan Anda. Saya senang menerimanya dan cukup membesarkan hati saya. Ngomong-ngomong, saya pernah main ke kantor LM3 yang di Cempaka Putih itu, sekitar bulan April 2002. Sebagai pemenang The Power of Dreams Contest, profil saya (sebagai suporter sepakbola yang mimpi-mimpinya diapresiasi oleh Honda) dibuatkan film dokumentasi untuk disiarkan di TransTV, 29/7/2002.

Saat itu saya main ke LM3 untuk mencari atribut kampanye antirokok yang dapat saya pakai saat syuting. Sokurlah, saya mendapatkan hadiah kaos bertuliskan logo Quit and Win. Kaos itu pula yang ikut saya pakai saat syuting. Sejak itu saya menyatakan diri sebagai simpatisan dari lembaga mulia yang antara lain dipimpin oleh Pak Didy ini.


Berikut ada usul-usil guna menunjang kiprah dan sukses LM3.

(1) LM3 Tampil Sebagai “Kantor Berita”
Informasi mengenai bahaya rokok dan kampanye antirokok, munculnya hanya secara sporadis di pelbagai media mainstream. Itu pun bila hanya terjadi peristiwa besar, seperti gugatan LM3 dkk. ke stasiun TV swasta yang lalu. Atau tiap peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei. Ekspos di media semacam, menurut saya, harus ditambah secara kreatif. Maksud saya, sambil tetap berusaha agar bahaya rokok menjadi isu yang muncul di media-media besar (misalnya Kompas ), LM3 bisa “bergerilya” guna menjangkau media-media kecil yang selama ini mungkin tidak kita bayangkan.

Usul saya, pertama-tama di dalam LM3 digagas adanya aktivitas yang menyerupai sebagai kantor berita. Sebut saja, misalnya KB-LM3. Setiap saat, bersumber dari Internet, media cetak atau jaringan kontak dari seluruh Indonesia dan LN, kita himpun berita-berita dan features seputar kampanye antirokok dalam cakupan yang luas. Seperti di Radio BBC (12/9/2003) yang menyiarkan berita bahwa Belgia dan Parlemen Eropa akan menyetujui pencantuman gambar-gambar “seram” dari bagian tubuh sesesorang akibat kecanduannya merokok pada bungkus rokok.

Berita semacam tidaklah muncul di koran-koran kita. Oleh karena itu, berita semacam itu diolah, agar menarik dan enak dibaca, lalu kita distribusikan via e-mail atau pos ke sesuatu media tertentu. Berita yang menyangkut anak-anak muda, misalnya, bisa kita distribusikan ke redaksi majalah-majalah/majalah dinding pada sekolah-sekolah, pesantren, sanggar, klub tertentu, media internal suatu perusahaan atau departemen tertentu , yang jumlahnya mungkin ribuan di Indonesia.

Bisa juga dikirimkan ke pelbagai radio-radio swasta. Apalagi, wawasan mereka untuk berburu informasi tentang bahaya rokok mungkin masih tipis atau tak ada sama sekali, maka KB-LM3 yang harus proaktif. Demikian pula karena budaya menulis itu belum tumbuh subur, mengakibatkan pelbagai media internal itu sering kekurangan artikel/bahan tulisan. Celah ini harus mampu kita manfaatkan sebaik-baiknya.


(2) Menghimpun Para Epistoholik

Epistoholik adalah sebutan untuk mereka yang berhobi menulis surat, utamanya menulis “surat pembaca” di pelbagai media massa. Saya adalah salah satunya.

Sekedar contoh surat saya tentang kampanye antirokok : :

Saudagar Kematian As
Menyerang Anak-Anak Muda Indonesia



Anda tahu definisi “baru” tentang rokok ? Cigarette : A pinch of tobacco rolled in paper with fire at one end and a fool on the other. Rokok adalah sejumput tembakau yang dilinting pada selembar kertas yang menyala pada satu ujungnya, dan ujung lainnya terdapat seseorang yang tolol.

Itulah definisi “baru” tentang rokok dan merujuk pada tulisan features di Suara Merdeka (3/9/2003 hal.3), saya ikut senang karena salah satu perguruan tinggi di Semarang (Unisulla) dengan rektornya Dr. dr Rofiq Anwar SpPA yang cerdas telah melarang kampusnya untuk dijadikan ajang promosi produk yang dicandui “seseorang yang tolol” tersebut.

Sayang, tidak banyak rektor seperti dirinya. Justru banyak insan kampus kita seperti membuta tuli terhadap perkembangan global, di mana Indonesia kini jadi buangan sampah negara-negara maju. Termasuk pula sampah budaya merokok. Kita tahu, di pelbagai negara maju yang penduduknya rata-rata berpendidikan dan memiliki kesadaran menjaga kesehatan yang tinggi, seperti Amerika Serikat, konsumsi rokok di sana semakin menurun.

Menyiasati kecenderungan ini wartawan William Ecenbarger dalam artikelnya “America’s New Merchants of Death”, (Reader’s Digest, 4/1993, hal. 17-24), menyebutkan raksasa-raksasa industri rokok Amerika yang ia juluki sebagai “saudagar-saudagar kematian baru”, secara agresif memindahkan pasarnya ke luar negeri. Sasarannya adalah negara-negara sedang berkembang dan sadisnya lagi, anak-anak dan kaum muda yang menjadi sasaran bidik utama mereka.

Mengapa anak-anak ? Ketika para perokok tua berhenti merokok atau meninggal, maka masa depan industri rokok memang bergantung kepada keberhasilan perekrutan konsumen-konsumen baru mereka. Terlebih lagi, dari hasil kajian didapat data bahwa seseorang mulai merokok rata-rata pada umur 12 – 16 tahun, dan mereka yang tidak merokok ketika berumur 18 tahun akan tidak kecanduan merokok.

Ketika serbuan merek-merek rokok Amerika mengganas di Indonesia dewasa ini, reaksi apa yang Anda lihat dari pabrik-pabrik rokok di Indonesia ? Perang antarpara “saudagar kematian” itu kita lihat, semakin menggila. Juga semakin julig cara-cara mereka menggarap pasar. Arena olahraga dan konser musik, ajang yang mampu menarik anak-anak muda, baik di sekolah/kampus atau diluarnya, telah menjadi ajang promosi gila-gilaan mereka. Sungguh menyedihkan, ketika kaum terdidik kita justru malah larut dalam gelombang bisnis untuk ikut-ikutan mempromosikan kebiasaan buruk yang akan berpengaruh negatif bagi individu para perokok, anak-anak muda Indonesia dan bangsa secara keseluruhan di masa depan !

Bambang Haryanto
Pemerhati Strategi Berburu Pekerjaan


Iklan Rokok Terselubung Di Film RCTI ?


Stasiun tv swasta RCTI (Rabu, 7/5/2003) menayangkan film berjudul 3000 Miles to Graceland, berkisah tentang sekawanan perampok kasino dengan berpakaian a la penyanyi legendaris yang meninggal di WC karena overdosis obat bius, Elvis Presley.

Adegan yang mencolok adalah banyak tokohnya yang tak henti-hentinya merokok. Ada tokoh Murphy, sementara tokoh lainnya, Michael, juga merokok dan malah tampak permisif mengajari anak di bawah umur untuk merokok.

Belum lagi detektifnya juga tak kalah dalam hal seringnya merokok. Apakah tukang pilih film di RCTI tidak terusik oleh adegan-adegan merokok yang sangat mencolok itu atau memang film ini sengaja dipilih atas pesanan terselubung industri rokok yang kaya-kaya itu untuk mengiklankan kebiasaan merokok ?

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam upaya menggalang kampanye global anti-rokok seperti dilansir Reuters (18/2/2003) telah menghimbau kalangan produser film baik Hollywood dan Bollywood dan kalangan industri fashion untuk menghentikan tayangan yang mengglamorisasikan tindakan merokok . Caranya dengan menghindari adegan film yang menayangkan aksi merokok yang nampak penuh gaya dan meminta industri fashion untuk tidak menggunakan rokok sebagai asesorinya. Survei tentang Bollywood, ternyata 320 dari 400 film India menayangkan adegan merokok sebagai sesuatu hal yang cool untuk dilakukan.

Rokok bisa mencitrakan kejantanan atau feminitas, canggih atau kasar, seksi atau sporty, semuanya karena kecerdikan strategi pemasaran. Dua dari konteks yang mendukung citra tersebut adalah industri film dan fashion. Disebutnya, kalangan film dan fashion memang tidak dapat dituding sebagai penyebab kanker, tetapi seharusnya mereka tidak mempromosikan produk-produk yang menyebabkan kanker.

“Merokok itu tidak cool, yang nampak cool adalah perokoknya”, simpul Malcolm Gladwell (2002) yang mengkampanyekan strategi baru dalam kampanye anti-merokok yang selaras dengan langkah WHO di atas. Jadi selayaknyalah bila RCTI berlaku bijak agar tidak mempromosikan kebiasaan merokok secara terselubung dalam film-film tayangannya pada jam-jam iklan rokok tidak diijinkan untuk ditayangkan.

Bambang Haryanto
Pemerhati Strategi Berburu Pekerjaan



Dengan sedikit riset, atau kontak dengan redaksi media bersangkutan, kita akan menjumpai beberapa penulis tetap di kolom surat pembaca suatu media. Dengan mengirim surat, memuji isi tulisan mereka, mereka kita jadikan sebagai sahabat. Kalau waktunya sudah tepat, dan tahu dirinya tidak merokok, ia dapat kita suplai info-info yang tepat (sesuai umurnya) seperti yang kita kirimkan ke pelbagai majalah sekolah. Lalu biarkanlah, materi itu mereka olah sebagai bahan untuk tulisan-tulisan mereka di media massa. Sokur-sokur, suatu saat nanti dapat kita fasilitasi berdirinya para epistoholik yang punya spesialisasi kampanye anti rokok, dan tinggal KB-LM3 memasok info-info terbaru untuk mereka.


(3) Personil KBLM3 Sebagai Sumber Berita.
Mari kita manfaatkan Internet. Para personil KB-LM3 itu harus berusaha bergabung dalam milis tertentu di Internet. Tampil aktif dalam komunitas maya itu. Saya sendiri bergabung dalam milis ASSI (Asosiasi Suporter Sepakbola Indonesia, di assi-l@yahoogroups.com), dan setiap kali momennya tepat, maka saya luncurkan tulisan-tulisan terbaru yang mengingatkan akan bahaya rokok. Dengan selalu berdiskusi secara bersahabat di milis, kita akan tampil kredibel, dan isu-isu dan gagasan yang kita lontarkan cenderung akan mendapatkan resistensi yang minimal.

(4) Lomba Menulis Kartupos Antirokok Untuk Mencetak Rekor MURI
Saya adalah pemegang rekor MURI sebagai pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli. Merujuk hal itu, LM3 (kalau mau) sebenarnya dapat pula berusaha masuk MURI dengan mengadakan lomba menulis kartupos antirokok untuk mencetak rekor MURI.

Kita bisa adakan lomba menulis pendapat, “Tokoh yang tidak merokok dan saya kagumi adalah : …………” pada secarik kartupos. Semua opini yang masuk kita olah, lalu ditampilkan di situs web (di Internet banyak situs web gratis atau LM3 mulai membangunnya sendiri).

Kartupos yang masuk itu kemudian dalam sebuah acara, ramai-ramai ditempelkan pada billboard besar, sokur-sokur kalau bisa membentuk logo LM3 atau logo antirokok. Para peserta diundang, lalu diadakan undian berhadiah.

Berapa jumlah kartupos yang masuk dan siapa saja tokoh-tokoh idola yang muncul, bisa dinominasikan untuk memperoleh Piagam MURI dan Piagam LM3 !



------------------


”Kami akan segera mengontak mereka”


Home : Epistoholik Indonesia




From: Lembaga M3
Subject: Re: Kiprah Kampanye Antirokok di 2 PT Jawa Tengah
Date: Wed, 10 Sep 2003 20:24:47 -0700 (PDT)
To: Bambang Haryanto



Bapak Bambang, Yth.

Terima kasih atas informasinya. Kami sangat gembira dari berita tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap bahaya rokok semakin meningkat. Kami akan segera mengontak mereka.

Hormat kami,

dr. Didy Purwanto
Sekretaris Umum

------------------

Demo Anti Rokok di Unissula Semarang dan Unsoed Purwokerto



Wonogiri, 10 September 2003


Kepada Yth. Ibu Rennie Singgih
Di Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3)
(lembaga_M3@yahoo.com)
di
Jakarta


Dengan hormat,

Semoga kiprah LM3 semakin sukses. Bersama ini saya kirimkan berita bagus mengenai kampanye anti budaya/promosi merokok. Dari koran Suara Merdeka (4/9/2003) terdapat berita bahwa Rektor Universitas Sultan Agung Semarang, Dr dr Rofiq Anwar spPA, telah mengeluarkan SK Rektor yang melarang kampusnya sebagai ajang promosi rokok. Sementara pada harian yang sama, mahasiswa Universitas Jenderal Sudirman (8/9) telah melakukan aksi demo anti kegiatan promosi/iklan terselubung produk rokok di kampusnya. Pemimpin gerakan ini adalah Ari Kampleng. Setelah di demo,Rektor Unsoed Prof Drs Rubijanto Misman pun segera mendukung aksi mahasiswa tersebut.

Untuk mendukung secara moral aksi positif ini, saya usulkan sekiranya lembaga yang Ibu pimpin dapat menyemangati gerakan mereka. Mungkin dengan mengontak, mengirimi surat, memberikan selebaran-selebaran tambahan (seperti bulletin LM3), termasuk memuat kisah perjuangan mereka dalam bulletin LM3 di edisi mendatang.

Semoga berita kecil ini ada manfaatnya. Sukses untuk LM3 !

Hormat saya,


Bambang Haryanto
Penulis buku Hari-Hari Sepakbola Indonesia Mati
Pemenang The Power of Dreams Contest (Honda) 2003
Pemegang Rekor MURI sebagai Pencetus Hari Suporter
Nasional 12 Juli

Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612
E-mail : humorline@plasa.com



1 comment:

Yahya Mahmud said...

Bung Bambang, saya sejalan dengan anda dalam kampanye anti-rokok. Rasanya saya ingin seluruh aktivis bisa saling mendukung untuk mewujudkan indonesia yang bersih dari asap rokok. Saya sudah mulai di temapt kerja saya. mudah2an bisa terus menyebar ke tempat yg lain. Salam sukses!

http://pulaucaptiva.blogspot.com